لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin (QS Al-Hajj: 37).
Ayat ini menjadi penegas bahwa tujuan utama kurban adalah menumbuhkan ketakwaan. Bukan soal besar atau kecilnya hewan, bukan soal jumlah atau nilainya, tapi soal keikhlasan hati dalam menjalankan perintah Allah. Berkurban pada Idul Adha juga mengekspresikan ketakwaan dan solidaritas sosial antar sesama. Berkurban juga dapat menggerakkan sektor ekonomi mulai dari peternakan, penyembelihan, hingga distribusi daging, dan secara keseluruhan menciptakan siklus ekonomi yang dinamis dan berkelanjutan.
Pada sektor peternakan, qurban menjadi pendorong utama aktivitas ekonomi, terutama menjelang Idul Adha. Permintaan yang tinggi terhadap hewan qurban seperti sapi, kambing, dan domba mengakibatkan peningkatan produksi dan penjualan hewan ternak. Peternak mendapatkan keuntungan signifikan dari penjualan hewan qurban, yang sering kali mencapai puncaknya pada periode ini.
Hal tersebut memberikan dorongan ekonomi yang kuat bagi peternak, memungkinkan mereka untuk menginvestasikan kembali keuntungan ke dalam usaha mereka, seperti meningkatkan kualitas ternak atau memperbaiki fasilitas peternakan. Selain itu, tingginya permintaan juga menciptakan lapangan kerja tambahan, mulai dari pekerja peternakan hingga penjual pakan ternak dan penyembelihan hewan dan daging hasil berkurban tidak dijual akan tetapi dibagikan kepada masyarakat.
Kurban bukan semata-mata pengorbanan individu kepada Tuhan, melainkan kontribusi terhadap ketahanan pangan umat. Oleh karena itu, di balik perayaan ini terdapat peluang besar untuk mendorong kesadaran kolektif dalam hal konsumsi pangan, khususnya pangan lokal yang bergizi dan berkelanjutan.
Pergeseran paradigma umat terhadap kurban penting untuk dilakukan. Ibadah ini bisa dimaknai ulang sebagai salah satu bentuk jihad pangan, yakni memberikan kontribusi dalam membangun sistem pangan yang sehat, mandiri, dan berkeadilan. Di sinilah umat Islam harus berperan sebagai agen perubahan yang sadar terhadap dampak pilihannya dalam berkurban.
Peran strategis ini semakin relevan di tengah tantangan global seperti krisis pangan, perubahan iklim, dan ketergantungan pada impor daging. Ketika umat Islam secara kolektif memilih hewan lokal, mereka turut memperkuat ekosistem peternakan nasional. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh peternak, tetapi juga oleh masyarakat luas melalui penyediaan pangan bergizi yang terjangkau.
Dengan demikian, cara pandang terhadap Idul Adha sebagai ritual ibadah tahunan perlu diubah menjadi pintu masuk untuk membangun gerakan konsumsi pangan lokal secara nasional. Meskipun dilakukan dengan langkah kecil dampaknya bisa menjadi lebih besar jika dilakukan secara bersama-sama. (MN)
0 comments:
Posting Komentar