Selasa, 20 Mei 2025

Nilai Tasawuf Menentukan Kemabruran Haji


SuluhPenyuluh--Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam agama Islam. Setiap tahun, jutaan umat Muslim dari berbagai belahan dunia berkumpul di Tanah Suci Makkah untuk menjalankan ibadah yang penuh makna ini. Namun, ibadah haji tidak sekadar perjalanan fisik semata, melainkan juga sebuah perjalanan spiritual yang mendalam dan membawa banyak pelajaran bagi setiap individu yang menjalaninya.

Secara keseluruhan, ibadah haji bukan hanya perjalanan fisik ke Tanah Suci Makkah, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendalam dan penuh makna. Dalam ibadah ini, setiap individu diberi kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan diri dari dosa-dosa, dan menguatkan ikatan persaudaraan dengan sesama umat Muslim. Ibadah haji bukan hanya mengubah keadaan fisik, tetapi juga hati dan jiwa setiap individu yang menjalankannya, membawa mereka lebih dekat kepada Allah SWT dan membimbing mereka menuju kesempurnaan spiritual.

Ibadah haji menjadi sah secara syar’i jika dilaksanakan setiap rukun dan syaratnya. Setiap rukun ibadah haji memiliki nilai simbolik yang mengarah pada nilai tasawuf, seperti memakai kain ihram yang menyimbolkan bahwa Allah SWT tidak melihat kualitas dan kuantitas pakaian atau harta seorang hamba dalam menjalankan ibadah, seperti sabda Nabi SAW dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian”. (HR. Muslim).

Penerapan nilai tasawuf dalam ibadah haji juga menjadi pijakan awal untuk meraih haji yang mabrur, dengan begitu pemahaman nilai tasawuf menjadi salah satu yang utama dalam menjalani suatu ibadah. Rasulullah SAW bersabda: 

عَنْ جَابِرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ، قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ، وَمَا بِرُّهُ؟ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلَامِ وفي رواية لأحمد والبيهقي إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءالسَّلَامِ

Artinya: Dari sahabat Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Haji mabrur tiada balasan lain kecuali surga." Lalu sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa (tanda) mabrurnya?" Rasulullah SAW menjawab, "Memberikan makan kepada orang lain dan melontarkan ucapan yang baik." (HR Ahmad, At-Thabrani, dan Al-Baihaqi).

Berdasarkan hadits di atas, kriteria kemabruran ibadah haji dapat terlaksa secara sempurna jika mengamalkan nilai-nilai tasawuf, yaitu memberikan makanan kepada orang lain dan melontarkan ucapan baik. Dengan begitu pemaknaan ibadah haji tidak sekadar ibadah individual tetapi juga ibadah sosial.

Islam dalam ilmu tasawufnya berpendapat bahwa kesucian ibadah terutama ibadah haji tidak serta merta hanya ditilik dari syari’atnya saja, tetapi juga ditilik dari kesucian adat, budaya, keilmuan dan sosial. Seperti fiman Allah SWT:

   قَالُوْا سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَاۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ    

Artinya: Menjawab, “Mahasuci Engkau. Tidak ada pengetahuan bagi kami, selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2]: 32)  

Ayat ini memberitahu kepada kita bahwa ilmu harus disertai dengan kesucian baik dari pencariannya maupun pengamalannya.   Perluasan makna ibadah haji dapat mengingatkan kita kembali mengenai hakikat sebuah ibadah. Hendaknya kita terus berusaha semaksimal mungkin untuk terus memaksimalkan ibadah yang kita jalani, karena dengan begitu ibadah yang kita jalani menjadi berkualitas. (MN)

 







Share:

0 comments:

Posting Komentar

RUANG IKLAN

SULUH PENYULUH Sahabat Syiar dan Suluh

About

BTemplates.com

Suluh Penyuluh. Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Blog Archive

Popular Posts

About Me

Foto Saya
KOTA SALATIGA, Jawa Tengah, Indonesia